A. Klasifikasi Kuskus
Beruang
Menurut
Wikipedia (2013), klasifikasi kuskus beruang sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Sub-Class : Marsupialia
Ordo : Diprotodontalia
Sub-ordo : Phalangeriformes
Family : Phalangeridae
Genus : Ailurops
Spesies : A. Ursinus
B. Morfologi Kuskus
Beruang
Kuskus
beruang ukuran tubuhnya hampir seperti kucing atau bahkan bisa lebih besar. Warna tubuh jantan dan
betina tidak ada perbedaan. Panjang ekor hampir sama panjang dengan panjang
tubuh, bagian ekor ditumbuhi rambut dari pangkal sampai lebih dari setengah panjang total ekor, sisa ujung ekor
yang tidak ditumbuhi rambut berwarana hitam, ujung ekor ini sangat kuat
dan dapat digunakan untuk bergelantungan atau melilit batang dahan pohon saat
mencari makan (prehensil) dan dapat digunakan sebagai alat untuk menggantung
yang menahan seluruh beban tubuh saat dengan posisi kepala di bawah saat mencari
makan di pohon.
Daun telinga pendek, hampir tidak terlihat
karena tersembunyi dibawah rambut-rambut kepala, bagian luar dan dalam telinga
berambut. Warna dasar tubuh bagian atas adalah hitam pucat dengan rambut bagian
punggung berwarna coklat kehitaman, beberapa rambut bagian tubuh lain berwarna
kuning kecoklatan atau lebih pucat.
Famili Phalangeridae dari ordo marsupialia
terdiri lebih dari 17 spesies, yang sebagian besar tergolong hewan pemakan
segala (omnivora) dan pemakan tanaman (herbivora) (Flannery et al.,1987).
Menurut George (1987) famili phalangeridae memiliki wilayah penyebaran yang
luas diantara bangsa-bangsa marsupialia Australia lainnya dan terdapat di
Australia, Tasmania, Papua New Guinea, dan beberapa pulau disebelah timur garis
wallacea sampai Pulau Solomon. Pulau Sulawesi di Indonesia merupakan batas
paling barat dan pulau Solomon merupakan batas paling timur jangkauan wilayah
penyebaran kuskus
Penyebaran kuskus di Indonesia hanya terbatas di wilayah
Indonesia Timur yaitu meliputi Pulau Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, dan Timor.
Kinnaird (1997) dan MacKinnon (1992) melaporkan bahwa di Sulawesi terdapat dua
jenis kuskus yaitu kuskus beruang (Airulops ursinus) dan kuskus kerdil
(Strigocuscus celebensis). Kuskus beruang merupakan spesies yang paling besar
dan paling primitif diantara famili phalangeridae lainnya yang sangat berbeda
dengan kuskus kerdil yang ukuran tubuhnya relatif kecil tapi pintar dan kuskus
beruang hanya ditemukan di Kepulauan Sulawesi dan sekitarnya. Oleh karena itu kuskus
ini merupakan salah satu satwa endemik Indonesia Timur. Kuskus ini tergolong
satwa yang biasa hidup di atas pohon (arboreal) yang banyak berlindung dibawah
kanopi pohon-pohon di hutan dataran rendah, aktif sepanjang hari, dan umumnya
dijumpai berpasangan (Tarmudji dan MacKinon, 1980). Menurut Van der Zon (1979),
penyebaran kuskus beruang di Indonesia
meliputi Pulau Sulawesi, Peleng, Talaud, dan Malange, dengan habitatnya adalah
hutan dataran rendah hingga ketinggian 2000 meter.
Ciri-ciri kuskus menurut
Petocz (1994) antara lain badannya agak besar dan kokoh dengan panjang tubuh
seukuran dengan babi berumur dua bulan, mempunyai ekor prehensil yang
panjangnya hampir sepanjang badannya dan sepanjang sepertiga bagian ujungnya
tidak berbulu yang sering digunakan untuk mengait pada dahan atau ranting untuk
bergelantungan dan berpindah tempat, kepala bulat dengan telinga pendek atau
tidak mencolok serta mata yang menonjol keluar. jari-jari kuskus berjumlah lima
buah yang semuanya bercakar tajam dan sangat membengkok, kecuali ibu jarinya.
Ibu jari dan jari keduanya berhadapan dengan jari ketiga dan jari keempat
menjadi satu sehingga terlihat seperti sebuah jari dengan dua kuku. Pada waktu
memegang cabang, dua jari pertama cakar ini berhadapan dengan ketiga jari
lainnya. Semua memiliki jari-jari kaki pertama yang seperti ibu jari, dan pada
kaki belakang jari tersebut tidak bercakar. Kemampuannya untuk memegang cabang
dengan keempat kakinya dan mengaitkan dirinya dengan ekornya yang prehensial,
menjadikan satwa ini menjadikan satwa ini menjadi pemanjat yang hebat dan sulit
dilepaskan dari sebuah cabang. Ciri-ciri lain dari kuskus menurut Nowak (1999)
adalah bulunya halus dan tebal menyerupai wol pada semua genus kecuali Wyulda.
Kuskus betina memiliki kantung yang terletak pada kulit
perutnya, berkembang dengan baik, membuka ke arah depan , dan mempunyai empat
puting susu. Lama masa kebuntingan pada satwa ini sangat singkat yaitu
kira-kira satu bulan. Saat dilahirkan bayi kuskus masih berbentuk mudigah
(embrio) yang secara alami akan merayap menuju kantung induknya, berdiam dalam
kantung dan akan mengisap puting susu induknya untuk selama 6-7 bulan. Setelah
masa itu anak kuskus akan mulai belajar memakan pakan seperti yang dimakan oleh
induknya
Menurut
George (1982) dan Grzimek (1972) kuskus merupakan binatang arboreal dengan ekor yang dapat memegang dahan atau ranting
(prehensil) dengan kuat. Kuskus beruang mempunyai kebiasaan hidup berpasangan
dan aktif sepanjang hari (diurnal) terutama siang hari, berbeda dengan jenis
kuskus lainnya yang umumnya aktif pada malam hari (nocturnal) (Kinnaird,1997).
Dwiyahreni et al. (1999) melaporkan bahwa habitat aslinya kuskus beruang
menggunakan waktunya sebanyak 63,4% untuk istirahat dan tidur, 23% untuk
merawat tubuh, 7,5% untuk berpindah tempat, 5,6% untuk makan, dan 0,4% untuk
aktivitas sosial (Nurjaeni, 2001)
C.
Habitat
Kuskus Beruang
Kuskus Beruang Sulawesi merupakan salah satu hewan endemik Indonesia yang hanya
bisa ditemui di Pulau Sulawesi. Hewan yang juga disebut Kuse ini tinggal di atas-atas pohon di hutan Sulawesi dan memakan
dedaunan serta buah-buahan. Mereka tergolong binatang soliter (penyendiri), tetapi pada saat musim kawin
mereka akan hidup dalam kelompok kecil yang berisi induk dan anak-anaknya.
Pergerakan
kuskus beruang tergolong tidak biasa. Kuskus beruang akan
menggunakan ekornya untuk mencengkeram ranting pada saat berpindah dari satu
pohon ke pohon lain. Mungkin kita akan sedikit kesulitan untuk menemukannya di
alam liar karena selain dia tinggalnya di atas pohon, binatang unik ini juga termasuk binatang yang pendiam. Bahkan
dia tidak akan bersuara kalau tidak merasa terganggu atau terancam (Hafizsumarno, 2012)
Hewan
unik ini hanya mengalami masa melahirkan sekali atau dua kali saja dalam satu
tahun. Kuskus beruang memiliki kantung yang berfungsi untuk menggendong
anak-anaknya. Seperti layaknya kangguru,
kantong kuskus beruang juga terdapat pada bagian perut.
Hal lain yang unik yang dimiliki
oleh hewan pohon ini adalah kegemarannya tidur. Hampir sama dengan Koala, hewan langka ini juga gemar sekali tidur. Hal ini mereka lakukan
untuk membantu proses pencernaannya. Jika spesies kuskus biasanya aktif di
malam hari (nokturnal), lain lagi dengan kuskus beruang yang justru lebih aktif
di siang hari. (Faunague, 2012).
Kuskus beruang
merupakan satwa yang menghabiskan banyak waktunya dikanopi pohon (arboreal)
sehingga pengamat berpeluang dapat bertemu dengan kuskus beruang dihabitat
utama dari satwa ini dikanopi bagian atas hutan hujan tropis Sulawesi
Kuskus beruang hidup
sendiri-sendiri, tidak berkelompok. Mereka mendiami bagian atas pohon-pohon
tinggi. Untuk bergerak dan berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon yang lain,
kuskus beruang menggunakan ekornya. Ekor kuskus beruang berfungsi untuk
mencengkram dahan pohon. Habitat kuskus beruang adalah hutan-hutan di Sulawesi,
Kepulauan Togian, Pulau Peleng dan Kepulauan Talaud. Sayangnya, binatang unik
ini terancam punah. Penyebabnya adalah perburuan dan rusaknya habitat (Dini
Lestari, 2012).
D.
Daerah
Jelajah Kusksus Beruang
Daerah jelajah adalah suatu faham
abstrak yang menyatakan jumlah gerakan pindah suatu hewan selama masa tertentu
(Birute Marija, 1978)
Homerange adalah daerah dimana hewan tersebut hidup.
Home range hewan adalah suatu tempat dimana hewan-hewan tersebut
menutupi/berkisaran pada tempat tersebut untuk mencari makan, kawanan, dan
lain-lainnya. Daerah jelajah ini tidak hanya dihuni oleh satu spesies saja.
Didalam home range tidak terjadi tingkah laku yang agresif. Sebuah home range
mungkin akan dipertahankan oleh sebagian atau seluruh spesies yang berada pada
wilayah tersebut (Nurjeni, 2001).
Kuskus beruang
bergerak lambat dari satu pohon ke pohon lainnya menggunakan ekor prehensilnya
dan tangan serta kakinya Kuskus beruang aktif pada siang hari (diurnal)Sebagian
besar aktivitas hariannya banyak digunakan untuk beristirahat dan tidur,
sedikit waktunya digunakan untuk makan dan mengutu (grooming), waktunya untuk
berinteraksi juga sangat sedikit, kegiatan tersebut dilakukan sepanjang siang
dan malam. Waktu istirahatnya yang banyak digunakan untuk mencerna selulosa
dari dedaunan sebagai sumber makanannya yang mengandung sedikit nutrisi (Sptn
bantimurung, 2011).
Makanan kuskus
Beruang adalah daun-daun muda. Bunga-bungaan dan buah masih mentah. Kuskus
beruang suka daun muda karena lebih mudah dicerna dan lebih sedikit racunnya
(Yefbenedicpanjaitan, 2011).
Pakan yang disukai kuskus adalah buah-buahan dan daun serta
dalam jumlah sedikit berupa bunga dan kulit batang (Farida et al.,1999),
sedangkan kuskus beruang di habitat aslinya paling banyak mengkonsumsi pucuk
daun muda dan batang muda (Nurjaeni, 2001).
E. Stratifikasi
Hutan
Stratifikasi
atau pelapisan tajuk merupakan susunan pertumbuhan secara vertikal didalam suau komunitas pertumbuhan
atau ekosistem hutan. Pada tipe ekosistem hutan hujan tropis, stratifikasi itu
terkenal dan lengkap. Tiap lapisan dalam stratifikasi itu disebut status atau
strata
Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa pada hutan tropis terdapat pepohonan yang tumbuh
membentuk beberapa stratum tajuk. Stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan
tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu
stratum A, stratum B, stratum C, stratum D, dan stratum E (Arief, 1994) Masing-masing
stratum diuraikan sebagai berikut:
1.
Stratum A (A-storey), yaitu lapisan tajuk ( kanopi )
hutan paling atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m.
Pada umumnya tajuk pohon pada stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan ke arah
horizontal dengan tajuk pohon lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum
tajuk itu berbentuk lapisan diskontinu. Pohon pada stratum A umumnya berbatang
lurus, batang bebas cabang tinggi, dan bersifat intoleran (tidak tahan
naungan).
2.
Stratum B (B-storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari
atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 20-30 m. Bentuk tajuk pohon
pada stratum B membulat atau memanjang dan tidak melebar seperti pada tajuk
pohon pada stratum A. Jarak antar pohon lebih dekat, sehingga tajuk-tajuk
pohonnya cenderung membentuk lapisan tajuk yang kontinu. Spesies pohon yang
ada, bersifat toleran (tahan naungan) atau kurang memerlukan cahaya. Batang
pohon banyak cabangnya dengan batang bebas cabang tidak begitu tinggi.
3.
Stratum C (C-storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari
atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m. Pepohonan pada stratum
C mempunyai bentuk tajuk yang berubahubah tetapi membentuk suatu lapisan tajuk
yang tebal. Selain itu, pepohonannya memiliki banyak percabangan yang tersusun
dengan rapat, sehingga tajuk pohon menjadi padat. Pada stratum C, pepohonan
juga berassosiasi dengan berbagai populasi epipit, tumbuhan memanjat; dan
parasit .
4.
Stratum D (D-storey), yaitu lapisan tajuk keempat
dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya
1-4 m.Pada stratum ini juga terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih
muda atau dalam fase anakan (seedling), terdapat palma-palma kecil, herba
besar, dan paku-pakuan besar.
5.
Stratum E (E-storey), yaitu tajuk paling bawah atau
lapisan ke lima dari atas yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup
tanah (ground cover) yang tingginya 0-1m. Keanekaragaman spesies pada stratum E
lebih sedikit dibandingkan dengan stratum lainnya.
Perluh
diketahui tidak semua tipe ekosistem hutan memiliki lima stratum tersebut
diatas. Oleh karena itu, ada hutan yang hanya memiliki sratum A, B, D, dan E,
atau A, C, D, dan E dan lain sebagainya.